|
Minim Appraisers, Banyak Mark Up |
Jumat, 06 Februari 2009 |
Jum'at, 06 Februari 2009 Minim Appraisers, Banyak Mark Up SURABAYA - Perkembangan profesi penilai (appraisers) di Indonesia masih terhambat peraturan perundang-undangan dan perangkat pendidikan formal. Padahal profesi ini dibutuhkan untuk menyokong kegiatan bisnis perusahaan, perbankan, properti, bahkan untuk sektor pemerintahan (publik).
Hamid Yusuf, Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) mengungkapkan, appraisers sudah ada di tanah air sejak 1980-an. Namun hingga kini, baru ada sekitar dua ribuan appraisers anggota MAPPI, dan hanya 270 orang diantaranya memiliki sertifikasi Jasa Penilai Publik. ''Idealnya, jumlah appraisers mencapai seperlima dari jumlah penduduk,' katanya kemarin (4/2) dalam press confrence Munas MAPPI di Hotel Novotel.
Minimnya jumlah appraisers menyebabkan terjadinya banyak kasus mark up penilaian aset dari pemerintah maupun perusahaan. ''Misalnya di era otonomi daerah seperti ini. Pemda kan harus buat neraca keuangan, yang didalamnya terdapat penilaian aset. Ini diperlukan Jasa Penilai Publik,''jelasnya.
Contoh lainnya adalah untuk menilai harga properti yang akan dijual atau terkena ganti rugi proyek pemerintah. Menurutnya, selama ini dalam kasus ganti rugi sering berlarut-larut karena perbedaan harga tanah yang bersangkutan. ''Harga yang sering digunakan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Padahal itu untuk acuan pajak. Itu bukannya nilai pasar,'' timpalnya. Selain itu, dalam penjaminan aset untuk memperoleh kredit, bank juga menggunakan jasa penilai untuk mengetahui besar aset yang akan dijaminkan.(aan/bas)
sumber :JAWA POS 6 Februari 2009 http://www.jawapos.com/ekonomi bisnis hlm.9 |
posted by kpknlmadiun @ 10.31 |
|
|
|
|